Daftar Isi [Tampil]
seni rupa | Zaman sejarah Indonesia ditandai oleh penemuan tulisan pada prasasti batu. Sebelum diketemukan prasasti tersebut sejarah Indonesia seakan gelap karena tidak adanya petunjuk yang authentik tentang keberadaan budaya yang sebenarnya telah berkembang jauh sebelum ada prasasti. Ada sementara orang mengatakan bahwa di Indonesia sebenarnya telah dikenal budaya tulis-menulis dengan huruf sebelum adanya huruf yang diperkenalkan dari luar Indonesia, namun sayangnya bukti yang sah mengenai hal itu belum diketemukan sampai saat ini, huruf-huruf etnis yang ada seperti di Sumatera Utara, di Lampung, dan di Sulawesi Selatan belum diteliti keberadaannya. Sistem kepercayaan memang telah ada jauh sebelum agama-agama dari luar masuk ke Indonesia, namun hal itu tidak diakui sebagai agama karena tidak memenuhi kriteria dibanding agama yang ada saat ini. Pembagian zaman sejarah di Indonesia diklasifikasikan menjadi empat, sebagai berikut.
1. Zaman Penyebaran Agama-Agama India
Zaman sejarah Indonesia mulai dikenal dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang bernafaskan Hindu. Hal ini ditandai dengan diketemukannya prasasti-prasasti pada batu yang menggunakan huruf Palawa di dekat Sungai Cisedana Bogor Jawa Barat, di Kutai Kalimantan Timur dan Sumatera Barat. Penemuan bukti sejarah itu diperkirakan keber-adaannya pada abad ke 4-5 Masehi. Agama yang berasal dari India adalah Agama Hindu dan Agama Budha. Peninggalannya selain prasasti juga berupa bangunan suci keagamaan berupa candi tersebar terutama di pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Peninggalan candi yang terkenal adalah Candi Prambanan merupakan peninggalan kerajaan Mataram Hindu dan Candi Borobudur dari Agama Budha. Keduanya berlokasi di Jawa Tengah, namun saat ini Candi Prambanan berada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pada kedua candi tersebut terdapat ribuan panel relief dengan tema religius.
Pada Candi Borobudur dipahatkan relief tentang kehidupan Sidharta Gautama, sedang relief di Candi Prambanan menggambarkan cerita Ramayana yang terkenal di dunia. Selain kedua candi besar tersebut masih ada candi dengan ukuran lebih kecil yakni Candi Dieng peninggalan Hindu di dataran tinggi Dieng dan Candi Mendut serta Pawon peninggalan Budha berada di dekat Candi Borobudur. Kerajaan Hindu terbesar Majapahit di Jawa Timur yang pernah menguasai Nusantara. peninggalan candinya tidak sebesar candi zaman Hindu di Jawa Tengah, namun banyak meninggalkan candi-candi kecil bertebaran terutama di Jawa Timur dan Bali, serta beberapa karya
sastra yang lestari dan fungsional sampai saat ini khususnya di daerah Bali.
Seni patung yang terdapat di Candi Borobudur baik yang diletakkan di relung-relung candi dan di dalam stupa adalah patung Budha dengan sikap sedang bermeditasi dan dengan berbagai sikap mudranya. Di Candi Prambanan patung-patungnya menggambarkan dewa-dewa Agama Hindu seperti Dewa Brahma, Wisnu, Siwa, Durga, Agastya, Ganesha dan patung kendaraan Dewa Tri Murti berupa patung Lembu Nandi, Angsa, dan Garuda. Bentuk candi patung dan relief pada ke
dua candi tersebut masih sangat kuat dipengaruhi oleh seni rupa dan arsitektur India. Bentuk reliefnya realis dekoratif. Menurut analisis Permadi Tabrani keistimewaan pada candi Borobudur adalah dalam menggambarkan beberapa adegan yang waktunya berbeda sekaligus dalam satu panel.
Banyak posisi figur-figurnya menggunakan pedoman struktur bentuk gerak tribanggasehingga terlihat tidak kaku. Ragam hias yang penting terdapat pada badan candi antara lain Kalamakara yang biasanyaterdapat pada bagian atas pintu masuk candi. Bentuk ini merupakan simbolisasi dari waktu (kala), bahwa apapun yang ada di dunia ini tidak luput untuk memasuki lorong waktu, semua ditelan oleh sang waktu. Kembang padma atau teratai sering dijumpai pada peninggalan Hindu dan Budha. Kedua agama ini memandang bunga teratai sebagai bunga suci karena sebagai tempat duduknya para dewata. Selain itu dalam tradisi yoga pusat-pusat energi dalam tubuh manusia disebut cakra juga digambarkan dalam bentuk bunga teratai.
Hiasan berbentuk swastika digunakan pula oleh kedua agama tersebut. Dalam agama Hindu swastika merupakan lambang perputaran alam semesta yang tidak pernah berhenti oleh karenanya sekaligus juga sebagai lambang keselamatan dan kehidupan. Arah perputarannya dari kiri ke kanan, namun swastika Budha perputarannya terbalik. Ragam hias binatang juga banyak dijumpai pada relief-relief candi, salah satu yang menarik adalah mahluk kahyangan yang disebut kinara-kinari yaitu mahluk berbadan burung dan berkepala manusia berpasangan laki-laki dan perempuan mengapit pohon kalpa taru sebagai lambang pohon surga yang memberikan segala keinginan manusia. Selain diapit oleh kinara-kinari dalam beberapa hiasan pohon kalpa taru di apit oleh burung merak dan diantara dua hiasan kalpa taru terdapat patung singa dalam relung kecil. Pada Candi Prambanan, reliefnya menggambarkan tentang epos Ramayana.
Dalam peninggalan situs Agama Hindu sering diketemukan wujud simbol yang disebut Lingga Yoni merupakan artefak penting dalam Agama Hindu karena digunakan sebagai media menghubungkan diri manusia dengan Siwa sebagai Tuhan. Lingga dan Yoni merupakan simbolisasi dari rwa binedha yaitu dua hal berbeda dari kemahakuasaan Tuhan sehingga menyebabkan adanya alam semesta beserta isinya. Dua hal tersebut yaitu laki-laki dan perempuan, siang dan malam, halus kasar, tinggi rendah, dan sebagainya; hanya saja dalam visualisasinya penekanannya lebih kepada laki-laki dan perempuan sehingga simbolisasi yang realistik (alat kelamin laki-laki sebagai lingga dan alat kelamin perempuan sebagai yoni) menyebabkan muncul persepsi negatif di masyarakat. Padahal kalau ditelusuri lebih jauh hal tersebut be berhubungan dengan penghormatan kepada nenek moyang, orang tua (bapak/lingga dan Ibu/yoni) yang telah melahirkan dan membesarkan, selain itu lingga dan yoni juga bermakna kesuburan, oleh karena pertemuan kedua kekuatan berbeda tersebut dapat melahirkan sesuatu.
Hal yang menarik pada Candi Borobudur adalah struktur ba-ngunannya. Menurut Stutterheim, bangun candi Borobudur merupakan kombinasi piramid dari timur tengah dengan stupa India. Struktur bangunan terbagi menjadi tiga tingkat, berturut dari bawah yaitu kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. Ketiga tingkatan itu merupakan refleksi dari tingkatan kehidupan spiritual manusia secara alami menurut pandangan Budha. Tingkatan kama adalah tahap kehidupan manusia yang masih diliputi oleh berbagai jenis hawa nafsu duniawi, kemudian meningkat ke tingkat rupa masih terikat dengan wujud dan simbol, dan tingkatan arupa tahapan kehidupan sudah bebas dari keduniawian.
Pada masa Hindu dan Budha seni rupa yang menggunakan bahan keras (batu dan logam) seperti patung, senjata, alat upacara, sangat banyak peninggalannya, sedangkan seni rupa yang menggunakan bahan lunak seperti lukisan dan ukiran kayu tidak banyak dapat diketahui jejaknya karena mudah hancur dimakan zaman selain faktor vandalisme oleh manusia.
2. Zaman Penyebaran Agama Islam
Perkembangan agama Islam di Indonesia diperkirakan mulai tahun 1250 hingga sekarang. Hal ini diawali dari daerah pesisir Sumatera dan Jawa, dimana daerah pesisir merupakan kota pelabuhan dan perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang dari Parsi dan Gujarat. Menurut Holt pada awal abad ke – 16 kerajaan Islam di pantai Utara Jawa Tengah merebut kekuasaan Majapahit. Pada akhir abad – 16 muncul kerajaan Islam Mataram sebagai suatu kesultanan, kemudian setelah Belanda menduduki Indonesia kerajaan tersebut di-pecah menjadi kerajaan kecil yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Peninggalan kesenian zaman Islam yang terkenal adalah mesjid Kudus dan menaranya yang masih mengadopsi bentuk bangunan bergaya Hindu dengan atapnya bertumpang dan gapura Mesjid Sendang Duwur. Selain itu hal yang menonjol dalam seni Islam adalah stilisasi bentuk tumbuh-tumbuhan, wayang, dan seni kaligrafi. Stilasi tersebut dilakukan karena dalam ajaran Islam tidak diperkenankan meng gambarkan mahluk hidup terutama binatang. Sebagai kon-sekwensinya bentuk-bentuk mahluk hidup (manusia, binatang) sering digayakan dan dibentuk dengan huruf-huruf Arab.
3. Zaman Pengaruh Kebudayaan Eropa
Masuknya pengaruh kebudayaan Eropa dimulai juga melalui aktivitas perdagangan dengan bangsa Portugis pada pertengahan abad 16. Komoditas utama yang diperdagangkan adalah rempah-rempah, selanjutnya disusul oleh kedatangan bangsa Belanda, Spanyol, dan Inggris. Persaingan ketat dari ketiga bangsa tersebut dalam perdagangan di Indonesia akhirnya dimenangkan oleh Belanda dengan mendirikan VOC. Dari awalnya berdagang berlanjut menjadi pendudukan dan menguasai pemerintahan berkepanjangan hingga tiga setengah abad dan berakhir tahun 1945. Peninggalan Belanda yang paling penting diwarisi Indonesia saat ini adalah Agama Katholik dan Kristen, sistem pendidikan, serta beberapa infrastruktur berupa jalan dan bangunan fisik. Pengaruh seni rupa Barat diduga telah mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-16 dibawa oleh para pedagang V.O.C yang digunakan untuk hadiah kepada para pembesar kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti lukisan besar yang diberikan kepada seorang raja di Bali, Sultan Palembang, dan raja Surakarta.
Pengaruh seni lukis Barat secara nyata pada awal sekali dipelajari oleh seorang putra bangsawan dari Jawa yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman pada abad ke-19. Raden Saleh belajar seni lukis Barat langsung dengan tinggal di Eropa selama 20 tahun. Menurut pendapat para ahli lukisan Raden Saleh mendapat pengaruh kuat dari Delacroix (seorang pelukis terkenal pada zaman Renaissance) dengan gaya romantiknya. Dengan keterampilannya yang baik Raden Saleh pulang ke Indonesia dan banyak melukiskan tentang suasana Indonesia zaman penjajahan Belanda seperti gunung Merapi yang sedang meletus, perkelahian antara singa dan banteng yang ditafsirkan sebagai pertarungan kaum pejuang nasionalis dengan penjajah.
Selain itu lukisan Raden Saleh yang terkenal di Indonesia adalah saat penangkapan Pangeran Diponegoro dan Perburuan Harimau. Raden Saleh tidak menurunkan kemahirannya melukis ala Barat kepada masyarakat Indonesia pada waktu itu, namun ketika Abdulah Surio Subroto dari Jawa Barat kembali ke Indonesia setelah belajar melukis di Akademi Seni Rupa Belanda, ia menularkan kemampuannya kepada anaknya sendiri sebagai muridnya yang menjadi pelukis terkenal yaitu Basuki Abdulah dan anak didiknya yang lain ialah Mas Pirngadi. Selain itu pelukis pribumi lainnya yang belajar dengan orang Belanda ialah Wakidi, yang tinggal di Sumatera Barat dan memiliki banyak murid. Abdulah Surio Subroto, Basuki Abdulah, Wakidi dan pelukis sejenis lainnya mereka semua sangat mahir melukis dengan gaya realis dan naturalis melukiskan kondisi yang indah-indah dan menyenangkan. Hal yang demikian ini sangat ditentang oleh pelukis nasionalis yang menyebutnya sebagai seni lukis “Indonesia Molek” (Mooi Indie).
Menurut pandangan mereka lukisan tersebut tidaklah menggambarkan kondisi sesungguhnya tentang Indonesia. Pada tahun 1937, gerakan yang menentang seni lukis “Indonesia Molek” mendirikan Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) dipimpin oleh Agus Djayasuminta dan Sudjoyono dengan jumlah anggota sebanyak 20 orang. Upaya kelompok ini adalah untuk mencari terobosan teknik melukis yang dirasa membosankan dan tidak mencerminkan suasana batin Indonesia yang sebenarnya. Kelompok ini mengembangkan sendiri tema kerakyatan dan teknik melukisnya sebagaimana nampak dalam lukisan Sudjojono ‘Tetangga’ dan lukisan Hendra Gunawan 50‘Mencari Kutu Kepala’. Sudjojono terkenal dengan motto melukisnya sebagai ‘jiwa ketok’, bahwa melukis tidak hanya sekedar mengungkapkan fenomena keindahan di luar diri manusia tetapi juga merupakan pencerminan dinamika jiwa pelukisnya.
Dengan demikian tersirat, bahwa seorang seniman seni lukis harus terus mencari apa yang menjadi keinginannya dalam mengungkapkan gerak perasaan hatinya sehingga dapat mencerminkannya dalam lukisan-lukisan yang dibuatnya. Hal inilah yang dapat membedakan pelukis satu dengan lainnya baik dalam preferensi pemilihan tema, warna dan bentuk. Dari sisi tema misalnya, Sudjojono berbeda dengan Abdulah Surio Subroto, begitu pula dalam warna dan bentuk serta goresan dan sapuan kuasnya. Perbedaan antar individu meluas menjadi perbedaan faham antar kelompok yaitu antar “Mooi Indie” dengan kelompok Persagi. Perbedaan paham membuat dunia seni lukisa zaman itu menjadi dinamis sehingga melahirkan banyak seniman seni lukis. Dinamika tersebut tidak terjadi dalam bidang seni rupa lainnya. Hal ini menyebabkan seni lukis menjadi bidang seni satu-satunya yang paling banyak dibahas dan memiliki dimensi keilmuan seni yang paling maju di samping seni musik yang sifatnya lebih eksak.
4. Zaman Kemerdekaan
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun baru berdaulat penuh pada tahun 1950. Guna mengembangkan
seni budaya, pemerintah mendirikan sekolah dan perguruan tinggi seni. Pada tahun 1947 di Bandung lahir Sekolah Seni Rupa Bandung sebagai bagian dari Institut Teknologi Bandung, selanjutnya pada tahun 1950 berdiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Selain sekolah formal berdiri pula sangar-sanggar seni sejak sebelum kemerdekaan sebagai tempat kegiatan seniman seni rupa berkarya dan berdiskusi, di antaranya adalah Pusat Tenaga Pelukis Rakyat, didirikan oleh Djayengasmoro Seniman Indonesia Muda didirikan oleh Sudjojono, Pelukis Rakyat oleh Affandi. Selain itu ada seniman yang menguasai seni lukis sekaligus seni patung yaitu Trubus dalam gaya realis.
Sebenarnya sejak sebelum kemerdekaan para pemimpin bangsa telah berupaya untuk mencari format kebudayaan Nasional, misalnya dengan lahirnya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, dideklarasikannya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Pencarian kebudayaan Nasional masih terus bergulir hingga sekarang dengan segala pasang surutnya dan pernah terjadi perdebatan di antara para ahli, di satu kutub ingin mencari budaya yang berasal dari akar budaya daerah, di pihak lain ingin mencari budaya yang universal. Apabila dicermati, kawasan budaya Indonesia merupakan pertemuan dari berbagai jenis budaya, puncak-puncak budaya yang ada merupakan hasil pembauran berbagai budaya dengan budaya setempat, mulai dari masuknya budaya India, Cina, Timur Tengah, dan Eropa. Saat ini datangnya berbagai jenis budaya dari berbagai bangsa dan negara semakin bertambah hebat melalui kegiatan perdagangan, pariwisata, dan yang paling kuat datangnya melalui media komunikasi audio-visual dengan berbagai nilai positif dan negatif masuk menjadi bagian kehidupan seharí-hari masyarakat Indonesia. Selain itu banyak pula anak bangsa yang belajar ke luar negeri dan sepulangnya sudah pasti membawa pengaruh terutama pada pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
Dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan, sekolah dan perguruan tinggi seni telah banyak menghasilkan budayawan dan seniman akademisi. Sebagai bangsa yang memiliki akar budaya yang kuat, sudah seharusnya bangsa Indonesia terutama para cendekiawan dalam bidang seni dan budaya dapat merespon kondisi zaman yang terus berubah dengan cepat dengan merumuskan setrategi budaya yang baik.